Rabu, 01 Februari 2012

PETER SAYS DENIM

PETER SAYS DENIM


“Brand yang keren itu pasti laku, tapi kalo brand itu laku belum tentu keren”

Peter Firmansyah, (Peter Says Denim)

Pernyataan itu diungkapkan Peter Firmansyah, pendiri sekaligus pemilik Peter Says Denim (PSD), di tengah pembicaraan mengenai arti sebuah brand baginya. Dan sikap itu jugalah yang diambil Peter untuk mengembangkan usahanya, dia tidak ingin PSD menjadi sebuah brand yang sekedar laku di pasaran.

PSD adalah sebuah brand celana jeans asal Bandung yang fenomenal. Sejak awal meluncurkan produknya pada tahun 2008, PSD langsung dapat menembus pasar mancanegara. Hal itu dilakukan Peter dengan cara mengawinkan fesyen dan musik.

Dengan singkat Peter menjabarkan brand PSD sebagai sebuah 'brand denim rock'. Pasalnya  PSD banyak meng-endorse band-band internasional maupun lokal beraliran rock. Misalnya saja Silverstein dari Kanada, August Burns Red dari Amerika, Not Called Jinx dari Jerman, dan masih banyak lagi. Sementara itu ada juga Superman Is Dead, St. Loco, Rocket Rockers, serta sederet band asal Indonesia lainnya.

Karena itu juga, merek PSD seringkali disandingkan dengan merek-merek kelas dunia seperti Gibson, Fender, Peavey, Volcom, Macbeth dan lain-lain sebagai sponsor dalam event-event musik. Tapi kesuksesan yang dicapai PSD saat ini tidak cepat membuat Peter puas. Baginya perjalanan PSD masih panjang, dan masih belum ada apa-apanya untuk menjadi salah satu brand jeans dunia. 


Ada dan 'Nendang!'
Kelahiran PSD sebagai kolaborasi antara fesyen dan musik memang tidak bisa dilepaskan dari kiprah Peter sebagai seorang musisi. Pada tahun 2005 dia membentuk sebuah band yang bernama Peter Say Sorry. Darisana perpaduan antara fesyen dan musik pertama kali muncul, ketika itu Peter mulai merancang sendiri jeans untuk bandnya.
“Kenapa jeans karena gua suka jeans, dan gua juga tau tentang jeans (produksinya). Karena dulu gua 'main' di konveksi. Sama juga, kenapa musik karena gua suka musik, dan gua juga tau tentang musik” terang Peter.

Sebelum akhirnya membuat brand PSD, Peter lebih dulu membuat jeans untuk orang lain, sebagai vendor untuk berbagai merek jeans. Hal itu membuat Peter semakin paham mengenai seluk beluk produksi jeans. Tapi sebenarnya, dari tahun 2005 hingga 2008 itu Peter sudah mulai merintis ide untuk membuat jeans dengan brand-nya sendiri.

Pemikiran untuk go international memang sudah menjadi tujuan Peter sejak meluncurkan PSD. Menurutnya untuk menggarap pasar lokal justru sulit pada masa itu, karena ketika itu industri pakaian tengah maju pesat. Distro, produksi pakaian lokal, khususnya di Bandung sedang marak dimana-mana. Untuk itu dia menginginkan sesuatu yang berbeda, dan optimis saja jika usahanya akan berhasil.

“Waktu itu belum ada yang berani memasarkan produknya ke luar negeri” ungkapnya.

Dengan konsep online store, pasar luar negeri terutama Amerika dan Kanada dapat menerima produk-produk PSD. Dampaknya tidak hanya pada penjualan saja tapi justru lebih dari itu, menurut Peter orang-orang jadi terbuka matanya terhadap Indonesia.

“Mereka bilang 'Oh Indonesia hebat bisa buat yang kaya gini'. Mereka jadi tau kalau di Indonesia juga kita bisa buat yang kaya gini (celana jeans). Di kita (Indonesia) gak harus banyak lagi, (karena) kalau di Cina kan harus partai besar”  papar Peter.

Untuk distribusi di kawasan Amerika bagian utara itu PSD kini bahkan memiliki kantor sendiri di Kanada. Sementara di Bandung, di kawasan Cigadung, PSD memiliki kantor dengan 15 orang pegawai. Disana Peter menunjukan salah satu slogan PSD, yaitu “Alive  and Kickin”

“Maksudnya kita bakal selalu ada, dan kita bakal selalu 'nendang!'” jelasnya.

Dan darisana Peter melakukan dua “tendangan” sekaligus. “Tendangan” pertama menyadarkan pelaku industri kreatif dalam negeri karena bisa diterima di mancanegara. Sedangkan “tendangan” yang kedua adalah membuka mata dunia tentang potensi industri yang dimiliki Indonesia.